COMMON LAW
(Rangkuman dari Buku:
Prof. Dr. Emeritus John Gilisen & Prof. Dr.Emeritus Frits Gorle)
I. HAL-IKHWAL
YANG BERSIFAT UMUM
COMMON LAW adalah nama
yang diberikan kepada tatanan hukum yang sejak abad XII bertumbuh-kembang di Inggris.
Ungkapan Common Law telah dipergunakan sejak abad XIII untuk menyebutkan hukum
Inggris secara keseluruhan sebagai mukabalah kebiasan-kebiasan lokal yang
berlaku di daerah-daerah, kemudian orang menyebutnya sebagai Commune loy (=loi
commune) selama beberapa abad.
Pada hakekatnya common
law adalah sebuah judge made law, artinya hukum yang dibentuk oleh peradilan
hakim-hakim kerajaan dan dipertahankan berkat kekuasaan yang diberikan kepada
preseden-preseden (putusan) hakim-hakim. Dan undang-undang nampaknya hampir
tidak pengaruh terhadap evolusi common law ini.
Namun common law dalam
arti yang sempit ini tidak mencakup seluruh tatanan hukum Inggris, di samping
peradilan pengadilan-pengadilan kerajaan telah berkembang pula statute law,
ialah hukum undang-undang yang dikeluarkan oleh pembuatan undang-undang
(legislatif). Yang disebut terakhir ini telah menjadi suatu sumber hukum
penting terutama selama abad-abad XIX dan XX.
Common Law ini tidak
pernah mengalami pengaruh langsung dari hukum Romawi maupun hukum-hukum abad
pertengahan yang diajarkan di perguruan-perguruan tinggi, justru karena ia pada
instansi pertama merupakan judge made law, yang muncul ke permukaan dari
prosedur-prosedur penuntutan hukum yang justru mempersulit pengandalan hukum
Romawi sebagai hokum pelengkap.
Ringkasnya, common law
ini berbeda secara fundamental dalam perkembangannya dengan tatanan-tatanan
hukum Romanistis Eropa continental, karena:
- Common
Law adalah sebuah “judge made law” sedangkan peradilan hanya memainkan peranan
yang sangat kecil di dalam pembentukan dan perkembangan tatanan-tatanan hukum
romanistis.
- Common
Law adalah sebuah hukum pengadilan, yang di dalam pembentukannya proses
pengadilan memegang peraran yang besar sedangkan proses tersebut hanya
merupakan fungsi tambahan di dalam tatanan-tatanan hokum romanistis.
- Common
Law ini yang hampir tidak mengalami proses romanisasi, dibandingkan dengan
tatanan-tatanan hukum Eropa continental, yang justru karenanya kita sebut
tatanan-tatanan romanistis.
- Kebiasaan-kebiasaan
local tidak memainkan peranan di dalam evolusi common law, sedangkan di Eropa
continental pengaruh-pengaruh kebiasaan sampai abad XVIII masih tetap penting.
- Perundang-undangan
sampai dengan abad XIX hanya memainkan peranan yang menunjang dalam common law,
sedangkan di Eropa continental sejak abad XIII sampai abad XIX secara
berangsur-angsur menjadi sumber hukum terpenting.
- Tatanan-tatanan
hukum romanistis, yang sebagian besar adalah tatanan-tatanan hukum yang
dikodifikasi, sedangkan di Inggris kitab-kitab undang-undang tetap merupakan
sesuatu yang tidak dikenal, sebagaimana hal tersebut popular di Eropa
continental.
II. PEMBENTUKAN
TATANAN COMMON LAW
( Abad-abad XII-XV )
A. Hukum
di Inggris sampai Abad XII
Sampai abad XII dan
XIII sejarah hukum Inggris dapat dibandingkan secara tepat dengan sejarah
tatanan-tatanan hukum Eropa continental.
Inggris pun merupakan
bagian dari Negara Romawi sejak abad I sampai dengan abad V, namun proses
Romanisasi di dalam hukum dan institusi-institusi boleh dibilang tidak
meninggalkan bekas-bekasnya dalam periode-periode kemudian.
Dalam abad XII,
kebiasaan tetap merupakan sumber satu-satunya hukum Inggris,
kebiasaan-kebiasaan local Anglo-sakson, kebiasaan-kebiasaan local Anglo-sakson,
kebiasaan-kebiasaan kota-kota yang baru didirikan (borough custom),
kebiasaan-kebiasaan kaum pedagang, terutama pedagang-pedagang London.
B. Susunan
Pengadilan-pengadilan Kerajaan : Prosedur Writ
Raja-raja Inggris
berhasil, bahkan lebih dahulu dari raja-raja Perancis, untuk memantapkan
kekuasaan mereka atas wilayah Negara. Proses ini berlangsung berbarengan dengan
perluasan kekuasaan hukum raja dengan memperkecil pengaruh
pengadilan-pengadilan kaum bangsawan (feodal) dan angpengadilan-pengadilan
lokal, yang selama abad-abad XII dan XIII secara berangsur-angsur kehilangan
sebagian besar wewenang-wewenang mereka.
Perluasan wewenang yang
berlangsung dengan cepat pengadilan-pengadilan tingkat tinggi ini dimungkinkan
terlaksana oleh procede teknis yang dipakai untuk menyelesaikan
sengketa-sengketa pada majelis-majelis hakim. Setiap orang yang ingin
memperoleh keadilan dari sang raja, dapat melakukannya dengan mengajukan surat
permohonan kepada raja. Kanselir, salah satu penasehat terpenting sang raja,
meneliti surat permohonan tersebut dan bilamana ia memandang layak, maka ia
mengirim atas nama raja, sebuah perintah, yang disebut Writ kepada Sheriff,
yakni wakil setempat raja, untuk memaksa yang tertuduh membuat pembelaan. Jika
si tertuduh menolak untuk melakukan hal tersebut, maka hal ini mempunyai arti
ia tidak menghiraukan perintah raja. Si tertuduh karenanya dapat
menghadap pengadilan raja untuk menjelaskan mengapa ia tidak menghiraukan perintah
tersebut. Dan dengan cara demikian sengketa tersebut didaftarkan di pengadilan
raja untuk diperiksa. Tatanan Writs ini terbentuk pada abad XII pada saat
Hendrik II (1154-1189) menjadi raja.
Sejak abad XIII hukum
di Inggris dengan demikian berkembang berdasarkan writs, artinya berbasiskan
tuntutan-tuntutan hukum, yang mempunyai bentuk perintah-perintah kerajaan.
Dalam kasus suatu sengketa maka bagi penggugat penting bagaimana menemukan
writs yang dapat diterapkan atas kasus yang bersangkutan.
C. Sumber-sumber
Common Law
Struktur common Law
terikat pada tipe-tipe writs, sehingga tidak memungkinkan adanya pengadilan
terhadap hukum Romawi sebagai hukum pelengkap.
Bagi kaum
praktisi hukum ini preseden-preseden (kasus-kasus) senantiasa sangat
untuk membela kepentingan-kepentingan yang senantiasa sangat bermanfaat untuk
membela kepentingan-kepentingan yang dipercayakan kepada mereka, bahkan
peristiwa bahwa seorang advokat berhasil mengingatkan pengadilan bahwa
sebelumnya ia telah menyelesaikan sebuah sengketa di dalam arti tertentu,
merupakan sebuah argumen penting untuk memenangkan sebuah proses pengadilan.
Pada tahun 1875
hakim-hakim menurut undang-undang wajib menerapkan prinsip stare decisis (tetap
menerapkan apa yang telah diputuskan sebelumnya, artinya menjunjung tinggi
preseden-preseden peradilan). Sesungguhnya wibawa preseden-preseden ini di
Inggris jauh lebih besar daripada di Eropa continental.
Namun preseden
pengadilan ini tidak bisa kita sebut sumber hukum murni. Memang demikian,
karena hakim sebagai yang pertama memutuskan perselisihan tertentu, harus
mengumpulkan sendiri elemen-elemen bagi penyusunan putusan.
Selain itu para hakim
mempergunakan juga buku-buku hukum yang besar-besar , yang biasanya disusun
oleh para hakim.
D. EQUITY
TERHADAP COMMON LAW (ABAD XV – XVIII)
Selama abad-abad XIV
dan XV nampaknya common Law semakin teknis saja sifatnya, hal itu terbatas pada
sifat yang sempit dan kaku tentang prosedur writ di satu pihak dan rutinitas
para hakim. Dengan jalan ini, akhirnya muncul ke permukaan
perselisihan-perselisihan jenis baru, sebagai akibat perkembangan bidang
ekonomi dan kemasyarakatan, dalam kerangka sifat sempitnya common law yang
sementara itu belum siap memberikan pola penyelesaian yang cocok untuk itu.
Pemikiran untuk
kembali, sebagaimana dalam abad XII dan XIII mengandalkan raja selaku sumber
semua keadilan dan kelayakan (fons iustitiae), telah menyebabkab pada abad XV
timbulnya sebuah pengadilan baru, ialah Court of Chancery pada satu sisi dan sebuah
prosedur baru pada sisi lain, yakni atas nama raja, kanselir
berdasarkanequity ialah keadilan dan kelayakan tanpa memperhatikan
dan memperhitungkan aturan-aturan tradisional prosedur common law
Equity tersebut untuk
sebagian dapat dipandang sebagai sebuah pelengkap dan untuk sebagian lagi
sebagi alat koreksi Common Law. Dan dengan demikian equity ini misalnya
diterapkan :
- Bilamana
common law memperhatikan celah-celah yang kosong, misalnya tidak ada writ untuk
sebuah kasus tertentu, yang juga tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan pergaulan
hidup.
- Bilamana
remedy yang disediakan oleh common law (biasanya ganti rugi) tidak memuaskan.
- Bilamana
pengadilan common law dalam mengadili orang yang terpandang di dalam
masyarakat, memberikan putusan yang tidak adil.
- Bilamana
pengadilan common law tidak berwenang mengadili misalnya terhadap kaum pedangan
luar negeri.
III. TRIAL
BY JURY
Suatu kespesifikan
tatanan hukum Inggris adalah peranan penting yang dimainkan oleh Juri di dalam
institusi peradilan. Asal-mulanya system ini dapat ditelusuri kembali sampai
periode kedua abad XII, dengan kata lain sampai periode yang sama dengan
terbentuknya common law.
Jury di dalam perkara-perkara hukum baru terbentuk pada zaman Hendrik II
(1133-1189), sebagai akibat sederetan tindakan untuk menghindari apa yang
disebut “godsoordelen” atau putusan
-putusan kehendak Tuhan
atau setidak-tidaknya menghapuskannya. Pada tahun 1166 raja misalnya
telah mengeluarkan writ baru, ialah writ of novel disseisin, dimana ia
memerintahkan sherrif untuk mengumpulkan dua belas orang dari daerah tertentu
untuk menerangkan di bawah sumpah apakah pemegang kekuasaan atas sebidang tanah
secara keliru dan tanpa vonis telah mengeluarkan pihak penggugat dari tanah
tersebut. Dengan demikian telah dicegah atau dikurangi terjadi duel
peradilan di dalam kebanyakan proses di sana. Hampir bersamaan dengan hal
itu maka penuntut umum di dalam perkara-perkara pidana diganti oleh sebuah jury. Jury
ini, yang kemudian disebut grand jury, terdiri dari 23 orang yang telah
diangkat sumpah dari setiap County (distrik), 12 yang diangkat sumpah dari tiap
100 orang yang harus mengajukan tuntutan (indictment) terhadap
kejahatan-kejahatan tersebut (pembunuhan, pencurian dan sebagainya) orang-orang
yang diangkat sumpah tersebut harus memutuskan berdasarkan pengetahuan mereka
sendiri atas perkara ini dan juga mengenai apa yang menjadi buah mulut
orang-orang di daerah yang bersangkutan. Mereka tidak boleh mengumpulkan
bahan-bahan bukti. Hal yang disebut terakhir ini adalah tugas sebuah jury
kedua, yang disebut petty jury yang selaku demikian terdiri dari dua belas
“boni homines” (=orang laki-laki yang baik), yang diangkat sumpah dipilih dari
warga Negara setempat.
Tanpa menghiraukan kritik-kritik yang digelar secara berkesinambungan, tatanan
Juty di Inggris ini masih tetap bertahan sampai abad XX, Grand Jury atau Jury
yang menyusun surat tuntutan kesalahan untuk semua kejahatan telah dihapus pada
tahun 1933 oleh Administration of Justice Act, dan untuk semua kejahatan baru
pada tahun 1948 dengan criminal Justice Act.
Di Amerika Serikat system jury diatur dengan tegas dalam undang-undang Dasar
tahun 1787. Grand Jury masih dijumpai di pengadilan-pengadilan federal
dan di dua puluh negara bagian sedangkan petty jury masih terdapat hampir di
mana-mana, namun di dalam perkara-perkara perdata, mereka dapat disisihkan oleh
para pihak.
IV. PERKEMBANGAN
STATUTE LAW
Sesuai dengan pendapat
panutan di Inggris sampai abad XVIII dan XIX, perundang-undangan hanya
menduduki tempat kedua dalam urut-urutan sumber-sumber hukum Inggris, setelah
peradilan. Act of statutes (undang-undang) dipandang sebagai kekecualian atas
Common Law, para hakim harus menafsirkan undang-undang ini secara sempit.
Pandangan ini nampaknya
semakin lama terdesak dengan meluasnya peranan pembuat undang-undang terutama
dalam abad XX ini. Sedangkan Common law tetap tradisional, konservatif,
perundang-undangan lebih memperhatikan tujuan-tujuan social. Di bawah pengaruh
pemerintah Partai Buruh yang berkuasa di Inggris., secara berturut-turut, maka
Negara makin lama makin terlibat dalam permasalahan-permasalahan ekonomi dan
social dalam arti perkembangan kea rah penciptaan sebuah welfare state (Negara
kesejahteraan).
Meskipun
perundang-undangan di Inggris telah sejak lama dipandang hanya sebagai tambahan
pada peradilan, kendatipun susunan parlemen yang semakin lama semakin
demokratis, namun dalam abad XIX dan terutama dalam abad XX ia memperhatikan
suatu ekspansi yang luar biasa.
Melalui jalur
perundang-undangan (Act tahun 1832-1833 dan 1873-1875), telah diadakan
perubahan-perubahan mendasar di dalam susunan peradilan dan oleh sebab itu
reformasi di dalam hukum acara dan hubungan serta perimbangan timbal balik
antara Common Law dan Equity. Begitu pula dengan cara yang sama, terutama
setelah tahun 1945, telah diberlakukan suatu hukum sosial yang sama sekali
baru, walaupun dalam jumlah yang kecil.
V. UNDANG-UNDANG
DASAR DAN KODIFIKASI
Kendatipun peranan
besar yang dimainkan oleh perundang-undangan, namun tetap saja Inggris
merupakan sebuah negara tanpa undang-undang dasar dan tanpa kitab
undang-undang.
Constitusional Law
Inggris bertumpu pada kebiasaan dan pada preseden-preseden, maupun pada
beberapa naskah undang-undang, seperti halnya beberapa ketentuan magna Charta
tahun 1215, Bill of Right tahun 1689 dan Act of Union antara Inggris dan
Skotlandia (tahun 1707), Namun sama sekali tidak ada naskah, yang di dalamnya
dimasukkan keseluruhan kententuan-ketentuan konstitusi, sebagaimana halnya
undang-undang dasar Amerika Serikat dan banyak negara-negara Eropa dan bukan
Eropa.
Namun bagaimanapun juga
di Inggris belum pernah terselenggara pembuatan kitab-kitab undang-undang.
Paling tidak telah disusun apa yang disebut consolidation undang-undang yang
sudah ada, antara lain di dalam periode 1852-1863 dan bebrapa materi terbatas
dikodifikasikan seperti Sale of Goods Act (tahun 1893), sejenis kodeks kontrak
jual-beli, Bankruptcy Act tahun 1914, dan seterusnya. Yang dimaksud dengan
kodifikasi di Inggris adalah sebuah undang-undang, yang di dalamnya telah
dikonsolidasikan bukan hanya undang-undang yang berlaku sejak dahulu, melainkan
juga Case Law. Consolidations dan Codifications dilakukan atas prakarsa Law
Commision.
VI. PENYEBARAN
COMMON LAW DI DUNIA
Sadar akan
keunggulan tatanan hukum mereka, orang-orang Inggris telah membawa dan sedikit
banyak dipaksakan kepada semua negara yang mereka kuasai atau yang mereka
jajah, dengan hasil yang berbeda-beda.
Banyak wilayah yang
termasuk kerajaan Inggris, tetap mengakui kekuasaan hukum Inggris. Kanada
misalnya sampai tahun 1949 dan beberapa negara-negara lain; Selandia Baru,
Hongkong dan Singapura bahkan sampai sekarang menganggap majelis pengadilan
tertinggi yakni Judicial Commitee of the Privy Council, yang terdiri dari 3
sampai 5 anggota-anggota House of Lords. Secara teknis putusan-putusan instansi
ini bukanlah merupakan arrest-arrest, melainkan nasehat-nasehat bagi
pemerintah. Di Inggris sendiri mereka hanya mempunyai persuasive authority.
Bagaimanapun juga institusi ini telah berhasil menyumbangkan jasa-jasanya dalam
mempertahankan semacam kesatuan hukum antara negara-negara Common Law.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar