BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Antropologi Hukum merupakan salah
satu mata kuliah di Fakultas Hukum. Antropologi Hukum sendiri terdiri dari dua
kata yaitu Antropologi dan Hukum. Kata Antropologi secara etimologis berasal
dari bahasa Yunani yaitu Anthropos yang berarti manusia dan logos berarti ilmu
pengetahuan. Jadi, antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia.
Sedangkan hukum merupakan suatu aturan, norma atau kaidah yang mengatur dan
menjadi pedoman tingkah laku manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa antropologi
hukum merupakan ilmu yang mempelajari mengenai peran, status atau kedudukan,
nilai, norma dan juga budaya atau kebudayaan manusia. Kesemuanya ini merupakan
bahan kajian dan merupakan hal yang sangat erat dalam mempelajari antropologi
hukum.
Sejak warsa 1980-an dunia
pendidikan ilmu hukum di Indonesia semakin diperkaya dengan pengenalan
studi-studi hukum empiris dengan menggunakan pendekatan antropologis. Untuk
ini, T.O. Ihromi dan Valerine J.L. Kriekhoff dari UI bekerjasama dengan F. von
Benda-Beckmann dari Wageningen Agriculture University the Netherlands dapat
dinobatkan sebagai peletak dasar studi-studi antropologis tentang hukum yang
kemudian dikenal sebagai antropologi hukum (anthropology of law, legal
anthropology, anthropological study of law). Antropologi hukum pada dasarnya
adalah sub disiplin ilmu hukum empiris yang memusatkan perhatiannya pada
studi-studi hukum dengan menggunakan pendekatan antropologis. Kendati demikian,
dari sudut pandang antropologi, sub disiplin antropologi budaya yang
memfokuskan kajiannya pada fenomena empiris kehidupan hukum dalam masyarakat
secara luas dikenal sebagai antropologi hukum. Antropologi hukum pada dasarnya
mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum dengan fenomena-fenomena sosial
secara empiris dalam kehidupan masyarakat, bagaimana hukum berfungsi dalam
kehidupan masyarakat, atau bagaimana hukum bekerja sebagai alat pengendalian
sosial (social control) atau sarana untuk menjaga keteraturan sosial (social
order) dalam masyarakat. Dengan kata lain, studi-studi antropologis mengenai
hukum memberi perhatian pada segi-segi kebudayaan manusia yang berkaitan dengan
fenomena hukum dalam fungsinya sebagai sarana menjaga keteraturan sosial atau
alat pengendalian sosial (Pospisil, 1971:x, 1973:538; Ihromi, 1989:8).Karena
itu, studi antropologis mengenai hukum secara khusus mempelajari proses-proses
sosial di mana pengaturan mengenai hak dan kewajiban warga masyarakat
diciptakan, dirobah, dimanipulasi, diinterpretasi, dan diimplementasikan oleh
warga masyarakat (F. von Benda-Beckmann, 1979, 1986).
Dari penjelasan
tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa betapa pentingnya mempelajari ilmu
antropologi hukum sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana norma-norma
hukum itu diimplementasikan di dalam kehidupan sosial masyarakat sehingga dalam
makalah ini mencoba untuk memberi pemahaman mengenai bagaimana perkembangan
antropologi Hukum dalam dunia pendidikan.
2.
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah
sejarah perkembangan antropologi hukum sebagai salah satu sub disiplin ilmu
hukum empiris yang memusatkan perhatiannya pada studi-studi hukum dengan
menggunakan pendekatan antropologis dalam dunia pendidikan?
3.
Manfaat
dan Tujuan
Manfaat
dan tujuan dari penyususnan makalah tentang sejarah perkembangan ilmu antropologi
hukum ini antara lain : pertama untuk
penyusun, sebagai salah satu sarana untuk mengetahui secara jelas mengenai
sejarah perkembangan ilmu antropologi hukum dan sebagai sarana untuk memenuhi
tugas mata kuliah antropologi hukum. Kemudian untuk pembaca, makalah ini
sebagai referensi untuk mrngkaji lebih dalam mengenai sejarah perkembangan
antropologi hukum di dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Fase
awal studi teoritis mengenai hukum dengan pendekatan antropologis.
Awal
pemikiran antropologis tentang hukum pada kenyataannya dimulai dengan
studi-studi yang dilakukan oleh kalangan ahli antropologi dan bukan dari
kalangan sarjana hukum. Awal kelahiran antropologi hukum biasanya dikaitkan
dengan karya klasik Sir Henry Maine yang bertajuk The Ancient Law yang
diterbitkan pertama kali pada tahun 1861. Ia dipandang sebagai peletak dasar
studi antropologis tentang hukum melalui introduksi teori evolusionistik (the
evolusionistic theory) mengenai masyarakat dan hukum, yang secara ringkas
menyatakan bahwa: hukum berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan
masyarakat, dari masyarakat yang sederhana (primitive), tradisional, dan
kesukuan (tribal) ke masyarakat yang kompleks dan modern, dan hukum yang
inherent dengan masyarakat semula menekankan pada status kemudian wujudnya
berkembang ke bentuk kontrak (Nader, 1965; Roberts, 1979; Krygier, 1980;
Snyder, 1981).
Tema
kajian pada fase awal ini difokuskan pada fenomena hukum dalam masyarakat yang bersahaja
(primitive), tradisional (traditional), dan kesukuan (tribal) dalam skala
evolusi bentuk-bentuk organisasi sosial dan hukum yang mengiringi perkembangan
masyarakat manusia. Sedangkan, metode kajian yang digunakan untuk memahami
fenomena hukum dalam masyarakat adalah apa yang dikenal sebagai armchair
methodology, yaitu metodologi untuk memahami hukum dalam perkembangan
masyarakat melalui kajian-kajian yang dilakukan di belakang meja, sambil duduk
di kursi empuk, dalam ruangan yang nyaman, dengan membaca dan menganalisis
sebanyak mungkin documentary data yang bersumber dari catatan-catatan
perjalanan para petualang atau pelancong, dari laporan-laporan berkala dan
dokumen resmi para missionaris, pegawai sipil maupun para serdadu pemerintah
kolonial dari daerah-daerah jajahannya (F. von Benda-Beckmann, 1989).
2.
Fase
pada abad ke-20
Pada
awal abad ke-20 metode kajian hukum seperti yang dilakukan pada fase awal mulai
ditinggalkan, dan mulai memasuki perkembangan metode studi lapangan (fieldwork
methodology) dalam studi-studi antropologis tentang hukum. Karya Barton,
misalnya, yang berjudul Ifugao Law yang dipublikasikan pertama kali pada tahun
1919 merupakan hasil dari fieldwork yang intensif dalam masyarakat suku Ifugao
di Pulau Luzon Philipina. Kemudian, muncul karya Malinowski berjudul Crime and
Custom in Savage Society yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1926
adalah hasil studi lapangan yang komprehensif dalam masyarakat suku Trobrian di
kawasan Lautan Pasific, dan seterusnya sampai sekarang metode fieldwork menjadi
metode khas dalam studi-studi antropologi hukum. Tema-tema kajian yang dominan
pada fase awal perkembangan antropologi hukum berkisar pada
pertanyaan-pertanyaan : apakah hukum itu ? apakah ada hukum dalam masyarakat
yang bersahaja, tradisional, dan kesukuan ?; bagaimanakah hukum bewrujud dan
beroperasi dalam kehidupan masyarakat ?
3.
Fase
pada dekade tahun 1940-an sampai dengan 1950-an
Pada
dekade tahun 1940-an sampai 1950-an tema-tema kajian antropologi hukum mulai
bergeser ke mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat
sederhana. Karya klasik dari Llewellyn dan Hoebel bertajuk The Cheyenne Way
(1941) merupakan hasil studi lapangan kolaborasi dari seorang sarjana hukum
dengan ahli antropologi dalam masyarakat suku Cheyenne (suku Indian) di Amerika
Serikat. Kemudian, Hoebel mempublikasikan The Law of Primitive Man (1954),
disusul dengan karya Gluckman mengenai hukum orang Barotse dan Lozi di Afrika,
karya Bohannan mengenai hukum orang Tiv, karya Gulliver mengenai hukum orang
Arusha dan Ndendeuli, karya Fallers mengenai hukum dalam masyarakat suku Soga,
dan karya Pospisil tentang hukum orang Kapauku di Papua. Fase perkembangan tema
studi antropologi hukum ke arah mekanisme-mekanisme peneyelesaian sengketa
seperti ini disebut oleh F. von Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the
anthropology of dispute settlements.
4.
Fase
pada dekade tahun 1960-an
Pada
dekade tahun 1960-an tema studi-studi antropologi lebih memberi perhatian pada
fenomena kemajemukan hukum atau pluralisme hukum. Tema pluralisme hukum
pertama-tama difokuskan pada kemajemukan cara-cara penyelesaian melalui
mekanisme tradisional, tetapi kemudian diarahkan kepada mekanisme dan institusi
penyelesaian sengketa menurut hukum pemerintah kolonial dan pemerintah
negara-negara yang sudah merdeka. Karya Bohannan, Gluckman, dan Gulliver
misalnya, tidak secara sistematis memberi perhatian pada eksistensi mekanisme
dan institusi penyelesaian sengketa menurut hukum kolonial dan hukum
negara-negara sedang berkembang.
5.
Fase
pada dekade 1970-an
Sejak
tahun 1970-an tema studi-studi antropologi hukum secara sistematis difokuskan
pada hubungan antar institusi-institusi penyelesaian sengketa secara
tradisional, neo-tradisional, dan menurut institusi hukum negara. Karya Nader
dan Todd (1978) misalnya, memfokuskan kajiannya pada proses, mekanisme, dan
institusi-institusi penyelesaian sengketa di komunitas masyarakat tradisional
dan modern di beberapa negara di dunia, melalui Berkeley Village Law Projects,
menjadi karya yang memperlihatkan kecenderungan baru dari topik-topik studi
antropologi hukum. Publikasi lain yang perlu dicatat adalah mekanisme
penyelesaian sengketa di kalangan orang Togo di Afrika karya van Rouveroy van
Nieuwaal, kemudian karya F. von Benda-Beckmann (1979) dan K. von Benda-Beckmann
(1984) yang memberi pemahaman tentang penyelesaian sengketa harta warisan di
kalangan orang Minangkabau menurut pengadilan adat dan di pengadilan negeri di
Sumatera Barat. Fase selanjutnya studi pluralisme mekanisme penyelesaian
sengketa mulai ditinggalkan, dan mulai diarahkan kepada studi-studi pluralisme
hukum di luar penyelesaian sengketa. Karya Sally F. Moore (1978) misalnya,
mengenai kemajemukan hukum agraris dalam kehidupan suku Kilimanjaro di Afrika,
dan mekanisme dalam proses produksi pabrik garment terkenal di Amerika dapat
dicatat sebagai perkembangan baru studi pluralisme hukum. Kemudian, studi-studi
pluralisme hukum mulai difokuskan pada mekanisme jaminan sosial (social
security), pasar dan perdagangan, mekanisme irigasi pertanian, institusi
koperasi dan perkreditan di daerah pedesaan di negara-negara sedang berkembang.
Studi-studi ini dikembangkan oleh Agrarian Law Department Wageningen
Agriculture University. Fase perkembangan tema pluralisme hukum yang menyoroti
topik-topik penyelesaian sengketa maupun non penyelesaian sengketa, interaksi
antara hukum negara, hukum rakyat, atau dengan hukum agama disebut oleh F. von
Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the anthropology of legal pluralism.
Kecenderungan yang berkembang sejak tahun 1970-an adalah penggunaan pendekatan
sejarah dalam studi-studi antropologi hukum. Studi yang dilakukan Moore (1986),
Snyder (1981), F. von Benda-Beckmann (1979), K. von Benda- Beckmann (1984)
misalnya, secara eksplisit menggunakan kombinasi dimensi sejarah untuk
menjelaskan interaksi institusi hukum negara (state law) dengan hukum rakyat (folk
law) dalam kajian pluralisme hukum penyelesaian sengketa..
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari penjelasan mengenai sejarah
perkembangan ilmu antropologi hukum tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu
antropologi hukum pada
dasarnya adalah sub disiplin ilmu hukum empiris yang memusatkan perhatiannya
pada studi-studi hukum dengan menggunakan pendekatan antropologis. Pada fase
awal perkembangan antropologi hukum pendapat yang sangat dominan disini adalah
yang menyatakan bahwa hukum itu berkembang sejalan dengan perkembangan hidup
masyarakat. Kemudian pada abad ke-20, kajian ilmu antropologi hukum masih
sebatas pada hal yang sederhana seperti pengenalan hukum. Fase selanjutnya
perkembangan antropologi hukum telah mengkaji mengenai kemajemukan atau
pluralisme hukum dalam masyarakat. Dan
pada fase terakhir kajian ilmu antropologi hukum telah mencapai suatu
peningkatan yaitu mulai mengkaji mengenai penyelesaian sengketa yang terjadi di
dalam masyarakat yang tentunya berdasarkan pada metode antropologi hukum baik
secara tradisional, neo-tradisional, maupun dengan menggunakan hukum negara.
2.
Saran
Aspek
penjelasan mengenai perkembangan ilmu antropologi hukum yang tercantum dalam
makalah ini hanyalah sebagian kecil dari bahasan pokok yang terdapat dalam
sumber-sumber seperti buku bacaan. Masih banyak aspek lain yang dapat menunjang
dalam peningkatan pengetahuan mengenai sejarah perkembangan ilmu antropologi
hukum. Oleh karena itu penulis mengharapkan pengkajian materi yang terkait
dengan isi dalam makalah ini agar terus ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar